Minggu, 13 April 2008

Posisi Al-Qur”an di hati kita

Dinginnya angin malam ini lebih terasa dingan dari malam – malam biasanya. Gemericik air hujan menampar wajahku begitu keras keras, dan aungan suara motor lebih terasa keras daripada sebelumnya, bertarung dengan waktu, bertarung dengan dinginnya malam. Tidak seperti biasanya, hari selasa saya pulang dari kampus malam hari, karena memang dapat jatah kulih malam.

Ditengah perjalanan pulang, saya mampir dulu ke masjid untuk menunaikan sholat isya yang tertinggal. Dinginnya air wudhu bisa membuat kepala saya lebih fresh. Karena tempat wudhu dekat dengan tempat sholat putri, saya bisa sedikit melihat apa yang sedang terjadi di sana, betapa kagetnya saya ketikatanpa sengaja terlihat banyak muslimah berkumpul di tempat sholat untuk mengumandangkan dzikir yang saya sendiri juga sedikit merasa asing.

Kuayunkan kakiku kedalam masjid, jari – jariku meraih gagang pintu masjid, saya menunaikan sholat isya, tetapi dengan tidak sedikit khusuk karena mendengar ibu ibu membaca ayat al-qur”an secara bersama – sama dengan nada yang lumayan keras, jika tidak slah mereka membaca ayat kursi, tapi saya tidak tahu secara pasti, yang saya tahu mereka mengulang – ulang. Memang sudah menjadi tradisi di masyarkat kita bahwa yang senang ikut pengajian adlah ibu – ibu, sangat jarang ad perkumpulan rutin bapak – bapak yang di dalamnya ada kajian bersama, ini adalah salah satu rahasia ilahi yang belum terpecahkan.

Sholat isya yang sya tunaikan selesai secara bersamaan dengan pengajian yang mereka selenggarakan. Satu – persatu para jamaah meninggalkan tempat dan eranjak pulang, sayapun mengambil kunci motor dan meuju tempat parkir, kemudian berpapasan dengan seorang ibu dan anaknya, tiba – tiba anaknya bertanya

“Ma, kertas ini di pasang di mana?”

“Di pasang di atas pintu rumah”

“Untuk apa sih ma?”

“Biar setan pada kabur dan rejeki mudah datang pada kita”

Saya berhenti sejenak dan kemudian berfikir, ternyata mereka sangat antusias mengikuti [engajian itu karena ada maksud2 tertentu, yang sangat memprihatinkan adalah ereka menggunakan al-qur”an untuk menraihnya.hal ini sudah sangat berkembang di negara kita dan bahkan menjadi adat. Kembali lagi kita bertanya apakah al-qur”an kita gunakan untuk perkara – perkara seperti itu? Atau kita gunakan al-qur’an untuk mencari kenikmatan dunia? Terus apa bedanya dengan jimat penglaris? Atau mungkin juga kita gunakan untuk menarik lawan jenis kita? Apa bedanya dengan jampi – jampi yang diberikan oleh para dukun calon penghuni neraka? Sungguh, Al-qur’an diturunkan bukan untuk hal – hal semacam itu. Wahyu ini diturunkan dengan tujuan yang sangat mulia, sebagai petunjuk manusia untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah dan untuk mengabdinya, dengan kata lain al-qur’an sebagai pedoman hidup manusia, pedoman di sini maksudnya pedoman yang baik – baik. Yang oleh karena tujuan yang mulia itu, beribu – ribu orang sahabat rela mati, yang oleh tujuan itu seorang sahabat rela di siksa demi mempertahankan akidahnya, dan karena tujuan itu, nabi Muhammad rela di siksa dan di terlantarkan.

Marilah sejenak kita merenung dan bertanya pada dirikita, apakah kita sudah mengembalikan tujuan dari diturunkannya al-qur’an? Atau jangan – jangan kita termasuk di dalam golongan yang menyalahgunakan al-qur’an? Hanya dirikita yang mampu menjawabnya dan hanya Allah SWT yang tahu segala apa yang terselip di dalam hati manusia. (wang,28/3/08.05.00am)

Tidak ada komentar: